Kamis, 29 Mei 2014

Rindu Kabar Darimu

Hhhhhhh... Rasanya memang harus menghela napas yang panjang. Mulai saat ini aku harus membiasakan diri untuk bernafas tanpamu, iya tanpa kamu disisiku lagi. Aku disini cuma bisa memandang langit-langit kamar sambil sesekali ngecek ponsel tapi tetap saja tak ada kabar darimu. Mungkin aku harus menerima kenyataan ini kalau sekarang aku bukan siapa-siapamu dan akupun tak bisa untuk menuntut banyak. Aku hanya mencintaimu dari sini dan jika tiba-tiba aku merindukanmu, yang aku bisa lakukan hanya membaca ulang history chat, melihat foto-foto kita berdua waktu dulu, mendengarkan voice note, ataupun mendengar rekaman percakapan kita di telpon.

Sejak awal aku tau kalau aku adalah wanita yang tahan banting disakiti berkali-kali jika sudah terlalu mencintai. Namun kin aku sadar, mencintaimu adalah sebuah kebodohan yang tak seharusnya aku lanjutkan. Aku tau seharusnya aku tak perlu berlebihan seperti ini, tak perlu berharap lebih dari kamu, tak perlu memaksakan kamu tetap memiliki perasaan yang sama denganku, dan tak perlu memohon kepadamu untuk tetap bersamaku. Lupakan saja aku. Lupakan semua kata sayang dan rindu, lupakan bahwa kita pernah berada di dalam keadaan yang baik-baik saja sampai akhirnya kita berjuang dan bertahan bersama-sama. Seharusnya dari awal aku tak perlu mempercayai semua ucapanmu karena itu hanya bualan.

Aku terlalu meyakinkan diriku kalau suatu saat nanti kamu adalah sosok yang dapat membahagiakan aku. Kita telah memimpikan banyak hal untuk kita wujudkan bersama. Tapi sekarang mimpi itu telah hancur. Dan kamu yang membuat itu semua menjadi hancur.

Sesekali aku mengecek ponselku lagi berharap kamu menghubungiku dengan perasaan rindu yang sama. Tapi tetap tak ada kabar darimu. Rinduku ini seperti bom atom yang bisa saja meledak tiba-tiba bersamaan dengan amarahku. Kamu ingat janji kita? Iya kalau suatu hari nanti kita akan hidup bersama. Dan dari setiap doa yang ku ucap, aku harap jawabannya itu adalah kamu. Tapi aku ga tau kapan waktu itu akan tiba. Harus kah aku tetap sabar menunggumu yang tak tau sampai kapan.

Kita selalu berjalan beriringan walaupun tak harus selalu bergandengan tangan. Tapi apakah kamu tau, di persimpangan jalan kamu berjalan sendiri meninggalkan aku dengan tujuanmu sendiri tanpa aku yang menemani di setiap langkahmu. Aku hanya bisa menunggumu. Aku tak akan sekhawatir ini jika kamu memberiku kabar walaupun cuma sekedar basa-basi.

Aku merasa dalam kesepian, aku kehilangan senyum dan tawaku, aku kehilangan semangatku. Semua itu seakan-akan tergantung pada adanya dirimu. Mungkin kamu disana sedang merasakan kesenangan kamu sendiri tanpa mempedulikan aku disini yang diam-diam tidak pernah absen untuk selalu menadahkan tangannya, menitikkan air mata, menyebutkan namamu didalam setiap doa.

Tolong kembalikan senyumku, tawaku, semangatku. Aku ingin kebersamaan kita, ingin canda kita, aku ingin kamu. Mengingat itu semua membuat hatiku berasa sakit. Aku kangen kamu, aku ingin seperti dulu, tapi mungkin kamu tak mengerti dengan itu semua.

Kamu cepat kembali. Cepat!!! Aku kangen kamu, aku kangen semua tentang kita. Tapi tolong kamu jangan pergi-pergi lagi.

Rabu, 14 Mei 2014

Sepertinya Aku Sudah Biasa Kau Sakiti

Aku selalu kehilangan kamu, tapi aku selalu kembali menemukanmu. Hmm, terkadang aku berpikir, apakah kamu tak bisa tetap tinggal tanpa kamu pergi-pergi lagi untuk singgah? Sehingga aku tak perlu repot-repot untuk mencarimu atau bahkan menunggumu.

Aku selalu bersabar atas segala sifat dan sikapmu. Bahkan setiap kamu tak ada disisiku dan setiap orang bertanya kamu dimana, aku cuma bisa diam dan menunggu yang bahkan aku sendiri tak tau kapan kamu akan kembali.

Aku tak pernah mengeluh kalau aku capek dan bosan atas sifat dan sikapmu. Bahkan akupun tak pernah merasa lelah. Tapi kenapa kamu selalu mengeluh, merasa bosan, capek, dan lelah dengan aku? Apakah kamu merasa risih dengan segala kesabaran dan keikhlasanku? Atau ada hal-hal lain? Atau mungkin kamu sudah tak ingin ditunggu dan tak ingin menjadi orang yang diharapkan lagi olehku.

Aku tau mungkin perasaanmu telah berubah. Mungkin kamu sudah lagi mengharapkanku seperti dulu. Mungkin, aku bukan siapa-siapa lagi dihatimu.

Ternyata perasaan bosan itu sangat berpengaruh dalam suatu hubungan. Seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan orang-orang baru yang datang di kehidupan kamu, seiring itu pula kamu mulai melupakan aku.

Tapi apakah kamu tau bahwa aku masih meminta Tuhan agar terus menjagamu? Taukah kamu bahwa aku masih sering menyebutkan namamu didalam setiap doaku? Walaupun aku tau kalau Tuhan selalu mengingatkanku bahwa yang namanya sayang tak perlu serumit ini dan tak perlu tersakiti berulang-ulang kali. Meskipun begitu aku perasaan sayang aku buat kamu tak bisa hilang segampang dan secepat itu. Entah karena mataku yang sudah buta, telingaku yang sudah tuli, hatiku yang telah tertutup, atau mungkin... karena aku yang sudah terlalu biasa kau sakiti.

Minggu, 11 Mei 2014

Rindu Kamu, yang Dulu

Setelah melewati beberapa pertengkaran hebat, rasanya aku masih belum mengerti, pria macam apa yang bisa kucintai sampai segininya? Aku tak pernah melihat kamu yang seperti ini. Kamu yang semakin cuek dan dingin, kamu yang mengucapkan janji  yang mungkin dengan setengah hati atau terpaksa, kamu yang tak mau memberi penjelasan dan tak mau menjawab pertanyaanku, dan kamu yang kali ini tidak aku kenali. Aku tidak tau siapa pria yang masih bersamaku ini, pria yang begitu mudah mengucapkan kata putus, kemudian mudah emosian lalu mengeluarkan makian dengan kata-kata yang kasar.

Kamu tau, sayang. Aku udah sesabar apa. Aku rela tidak menuntut apa-apa dari kamu. Aku tidak memintamu untuk menghubungiku sepanjang hari. Aku setia jadi tempat curahan hatimu, jadi tempat luapan segala amarahmu, walaupun dengan caramu yang menyakitiku. Apa kamu tak melihat kesabaran hati seorang perempuan dari semua sikapku yang selalu menahan diri agar tetap terlihat kuat didepanmu?

Kamu mungkin pernah melihat air mataku, tapi kamu tak pernah melihat seberapa parah lukaku selama ini. Aku tak pernah berusaha meninggikan nada suara seperti yang kamu lakukan kepadaku, tak ingin memaki dengan perkataan yang kasar, tak mau melukaimu seperti kamu melukaiku. Katakan padaku sayang, perempuan mana yang rela seperti ini selain ibumu dan aku? Apakah ada perempuan yang lain yang bisa bertahan denganmu bahkan dalam keadaan terburukmu?

Sayang, mungkin kamu melihatku hanya dari sisi yang paling kamu benci. Kamu belum paham bahwa perempuan yang takut kehilangan kamu adalah perempuan yang sangat menyayangi kamu. Seharusnya kamu sadar akan itu.

Kali ini, biarlah hatiku teriris sendiri. Biarkan aku yang terluka parah, biarkan aku yang menangis secara diam-diam. Sebenarnya aku tau apa yang mesti aku lakukan, pergi meninggalkanmu, melupakamu, dan menganggap semuanya tak pernah terjadi. Tapi aku tak bisa melakukan hal itu. Sekarang aku masih tetap sabar menghadapimu karena aku masih ingin memberi kesempatan untukmu untuk yang tak ada batasnya. Tapi jika sabarku masih kamu sia-siakan, mungkin akan tiba masanya untukku meninggalkanmu. Karena kamu bukan pria yang ku kenal dulu yang bisa saling menyayangi dengan cara yang indah dan selalu membuatku bahagia.

Kini kamu adalah pria yang kasar yang tak segan-segan mengeluarkan makian, hujatan, dan menusukkan rasa sakit dihatiku. Kamu berubah jadi pria lain, pria yang egois dan emosian. Dan aku membiarkan diriku untuk sabar tanpa melawan dan mengucapkan banyak kata. Aku tak tau mengapa perjuanganku hanya kau anggap angin lalu. Apa mata dan hatimu masih tertutup sehingga tak mampu melihat dan menyadari siapa perempuan yang selama ini jatuh bangun hanya untuk bertahan agar tetap mencintaimu?

Biarlah waktu yang membuamu sadar, sayang. Kini, aku yang mungkin kamu anggap hanya sebagai angin lalu akan memberikan kesempatan untukmu untuk menghirup udara bebas.

Permintaan aku tak banyak, aku hanya ingin kamu yang dulu ada disaat ini. Entahlah, rasanya aku sangat ingin kamu yang dulu. Kamu yang selalu ada buat aku, yang selalu bisa bikin aku ketawa dengan segala tingkah kamu, yang membuat aku selalu takut untuk kehilangan kamu. Yaa... aku rindu, rindu kamu yang dulu.